“Saya pilih menjadi orang miskin yang tinggal di pondok penuh buku daripada menjadi raja yang tak punya hasrat untuk membaca”
Thomas Babington Macaulay (1800-1859), Sejarawan Inggris.
Pernahkah kita membayangkan jika bangsa kita tercinta ini adalah bangsa dengan tingkat masyarakat baca tertinggi ?
Jika iya, mungkin saja bayangan-bayangan manis yang akan muncul di benak kita seperti hal-hal berikut ini :
- Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang berperadaban tinggi dan akan memimpin bangsa-bangsa lain dalam berbagai bidang.
- Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang miskin pengangguran lantaran memiliki masyarakat kreatif, aktif dan inovatif.
- Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa bersih dengan tingkat korupsi terendah karena masyarakatnya yang sadar dan tidak buta informasi-pengetahuan sehingga dapat mengontrol setiap kebijakan serta akan menjadi parang bagi individu yang memiliki mental-mental negatif.
Ada sebuah cerita menarik dari pertarungan USA dan Uni Sovyet dalam olah teknologi. Pada tahun 50an Uni soviet lebih unggul dalam adu tanding menaklukkan ruang angkasa. Uni Sovyet lebih dulu mengirimkan orangnya pergi ke luar angkasa. Dengan kekalahan tersebut, USA melalui presiden Kennedy menyatakan USA harus bisa mendaratkan orangnya di bulan serta menancapkan benderanya sebelum tahun 1970. Untuk mewujudkan impian tersebut Presiden Kennedy mengkampanyekan gerakan membaca di sekolah-sekolah dan mendukung perpustakaan sekolah dengan memberikan fasilitas belajar, buku, audio-visual, dan tentu saja dengan peningkatan mutu guru melalui penataran-penataran, dan tenaga pustakawan yang terdidik secara profesional. Terbukti, setahun sebelum tahun penentuan, yaitu tahun 1969 USA berhasil mendaratkan Neil Amstrong di bulan.
Lantas, Seperti apakah kondisi tradisi masyarakat baca kita ???
Banyak sumber yang menyatakan bahwa minat dan tradisi membaca masyarakat kita saat ini sangatlah rendah dan menghawatirkan. Dalam sebuah kesempatan, Menteri Bidang kesejahteraan masyarakat, H.R. Agung Laksono mengungkapkan bahwa dari 200an juta lebih penduduk Indonesia, hanya 0,01% yang gemar membaca atau setidaknya diantara 10ribu orang, hanya satu orang yang gemar membaca. Kondisi ini menjadikan suatu kewajaran bahwa bangsa Indonesia sangat tertinggal perkembangannya dalam berbagai bidang dibandingkan dengan negara-negara lain.
Berkaca pada jepang misalnya, Jepang memiliki penduduk dengan tradisi membaca yang sangat tinggi, Tak hanya di ruang baca maupun perpustakaan saja, di dalam kereta maupun di tempat-tempat umum lainnya pun mereka (masyarakat jepang} membiasakan diri dengan membaca. Tak heran jika jepang menjadi negara yang sangat maju dengan tingkat kualitas SDM tinggi dan merata serta selalu cepat bangkit apabila mengalami suatu krisis maupun keterpurukan.
“Banyak faktor”, itulah jawaban yang sering kita dengar ketika mempertanyakan mengapa bangsa ini tak mau hengkang dari urutan bontot negara-negara dengan tradisi masyarakatnya. Sejumlah faktor tersebut diantaranya adalah kesadaran akan pentingnya budaya membaca belum terbangun, perhatian dari pihak-pihak yang memang mustinya bertanggung jawab atas rendahnya budaya baca masih belum terlalu nampak, serta kurang meratanya distribusi buku juga menjadi salah satu faktor yang tidak dapat diabaikan.
Bukan tak bisa dirubah. Dengan mengenali secara teliti setiap “penyakit” yang menggerogoti tradisi membaca masyarakat, pasti akan ditemukan formula-formula atau solusi-solusi yang tepat untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Semisal ketiga faktor yang telah tersebut diatas, jika kesadaran membaca masyarakat masih lemah, segera lakukan upaya-upaya penyadaran yang sesuai. Jika memang pihak yang semestinya bertanggungjawab tidak melaksanakan tanggungjawabnya, tak perlu menunggu, tumbuhkan rasa tanggungjawab dalam diri kita yang sudah lebih dulu sadar. Dan jika karena pendistribusian bahan bacaan yang kurang meluas, maka hendaklah kita yang memiliki kemampuan akan hal tersebut ikut serta dengan upaya-upaya yang mungkin bisa kita lakukan.
mari kita gemar membaca agar bisa rurut berkontribusi terhadap kemajuan bangsa.
BalasHapus